KASUS MONOPOLI PASAR (STUDI KASUS CARREFOUR INDONESIA)
Pendahuluan
Latar belakang masalah
Pedagang eceran mempunyai peran penting dalam melakukan bisnis di Indonesia. Dilihat dari sudut produsen, pedagang eceran dipandang sebagai penentu kelangsungan usaha yang dijalankannya atas keberhasilan atau ketidakberhasilan usaha yang dijalankannya. Melalui pengecer, pihak produsen dapat menentukan komentar konsumen terhadap barang yang mereka beli, seperti rasa, daya tahan, harga, dll mengenai segala sesuatu produknya. Apabila dipandang dari pihak produsen, maka pedagang eceran mempunyai peranan penting yaitu sebagai agen yang membeli, mengumpulkan, dan menyediakan barang/jasa untuk memenuhi kebutuhan/ keperluan pihak lain.
Pemerintah dan DPR menerbitkan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan adanya KPPU, para pelaku usaha diharapkan dapat bersaing secara sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung lebih efisien dan memberi manfaat bagi konsumen.
CARREFOUR Indonesia memanfaatkan situasi Penegakan hukum UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini masih lemah. Dan kelemahan tersebut ”dimanfaatkan” oleh pihak CARREFOUR Indonesia untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk. Dengan mengakuisisi 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime Horizon Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo. Berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU, pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas yang dianggap wajar, sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Permasalahan
PT Carrefour melanggar Undang Undang No.5 Tahun 1999, sanksi yang diberikan untuk pelnggaran tersebut, dan solusi pemerintah terhadap kasus tersebut.
Tujuan
· Mengetahui pelanggaran PT Carrefour terhadap Undang Undang No.5 Tahun 1999
· Mengetahui alternative pemecahan masalah terhadap pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT Carrefour.
· Mengetahui dampak bagi para pesaing
Pembahasan
Kasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU
Kasus PT Carrefour merupakan pelanggaran atas UU No.5 Tahun 1999. Pelanggaran yang dilakukan PT Carrefour berupa pengambilan alih pihak. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi.
Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan.. pengertian acquisition atau take over adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take over sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over(akuisisi yang bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut.
Esensi dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan.
majelis Komisi menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karena nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup signifikan.
Pelanggaran Hukum yang dilakukan PT Carrefour Indonesia
Adanya penyalahgunaan hak akuisisi pada PT Alfa Retailindo Tbk yang mengakibatkan :
1. Kenaikan pangsa pasar dari 46,03% pada 2007 menjadi 57,99% pada 2008
2. Terjadinya peningkatan dan pemaksaan potongan – potongan harga pembelian dari pemasok.
3. Pasal 17 berisi tentang pelarangan menguasai alat produksi dan penguasaan barang yang bisa memicu terjadinya praktik monopoli. Sedangkan Pasal 25 Ayat 1 berisi tentang posisi dominan dalam menetapkan syarat-syarat perdagangan.
Pasal yang dilanggar
1. Pasal 17 ayat 2
Isi pasal 17 ayat 2: (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang
dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Pasal 20
Isi pasal 20 :Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual
beli atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau
mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Pasal 25 ayat 1 huruf a
Isi pasal 25 ayat 1 huruf a : (1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk :
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas;
4. Pasal 28
Isi pasal 28 : (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha dilaragg melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang
sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Solusi dan kesimpulan
Kesimpulan
Pelanggaran etika bisnis dapat melemahkan daya saing hasil industri dipasar internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.
Solusi
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
· Pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri untuk tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain
· Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
· Pelaku bisnis hendaknya menciptakan persaingan bisnis yang sehat
· Pelaku bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang
· Pelaku bisnis harus konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
0 comments:
Post a Comment